MATINYA HIDUP, HIDUPNYA MATI
Sayapnya mengepak lagi seperti biasa, burung merpati
di depan rumah yang setiap hari hanya bisa kupandangi kemanakah nanti setelah
kita mati. Aku berpikir kalau nanti aku akan dijemput malaikat maut dan
langsung diantar kesurga tapi ternyata katanya ada malaikat penjaga kubur.
Apakah berarti aku tidak langsung kesurga tapi hidup di alam kubur dulu lalu
kemana perginya rokib dan atit setelah aku mati apakah mereka berdua juga akan
mati bersamaku lalu apa yang dikerjakan malaikat penjaga kubur terhadapku
ketika aku sudah mati
Waktu aku belajar mengaji di mushola, pak ustadz yang
mengajariku ngaji pernah berkata “ada hal-hal yang tak bisa kita jangku oleh
sekedar otak kita” aku tak sepenuhnya memahami apa makna kalimat itu aku hanya
mengingatnya karena kalimatnya terdengar merdu dan enak untuk diucapkan.
Manusia dilahirkan, menjalani kehidupan, menghadapi
cobaan, menyelesaikan masalah, menjadi dewasa, tua, dan mati. Namun tak semua
menjalani itu ada yang masih bayi lansung mati, remaja mati, dewasa mati, atau
lainnya.
‘hidup’
Apakah kata itu mempunyai arti, hakikat yang
sebenarnya. Hidup adalah ...
yang telah aku yakini ialah titik-titik itu memiliki
banyak isi, memang terlihat sederhana bagaimana hidup itu diartikan tapi aku yakin
setiap orang tak mengartikan sama dalam hal apa pun, jika ternyata sama maka
jalan yang tertempuh atau ditempuh akan menjadi berbeda.
Hidup adalah hidup itu sendiri
Lalu bagimu apa? Bagiku yang bisa memahami hakikat
hidup yang mampu memahami dan mengerti makna hidup itu adalah hidup itu
sendiri. Bila ternyata ada kata lain yang dapat mewakilinya mungkin hanya
meniru dan mengartikan lain tak bisa sama pas dengan hidup itu sendiri.
Aku terbangun dari lamunanku saat terdengar suara jam
beker memanggil meneriakkan bunyinya sendiri. Sudah waktunya sarapan dan
setelah itu aku akan berangkat menjalani rutinitas yang harus aku lakukan. Aku
lebih suka berjalan kaki daripada menaiki mobil mewah berplat merah karena
berjalan bisa memberiku banyak inspirasi.
Hari ini hari ke-15 bulan ke 5 masih tetap di abad
XX. Sepasang merpati mulai bertengger ditiang listrik samping jalan yang setiap
hari kulewati, dimana kiranya orang tua mereka aku hanya selintas saja berpikir
tentang hal itu. Matahari hari ini cukup malas membuka matanya bahkan dia hanya
cemberut tak mengibarkan sayapnya seperti biasanya. Aku berhenti karena lampu
merah
Orang tua itu masih ditempat biasanya melakukan hal
yang sama denganku rutinitas. Pagi-pagi sekali dia bangun tanpa perlu membasuh
muka karena langit atap rumahnya dan bumi lantainya, air hujan adalah kamar
mandinya aku sempat tertawa geli ketika membayangkan bagaimana dia akan buang
air kecil ataupun besar tapi aku tak menertawakannya karena jika tertawa aku
berarti menertawakan diriku sendiri.
Garis-garis yang terlukis dalam kulitnya adalah bukti
nyata bahwa manusai bisa berubah tanpa kita ketahui tapi usaha juga menentukan
kearah mana perubahan kita. Seratus meter lagi
aku akan sampai ketempat kerjaku tempat dimana orang-orang mendapatkan uang
dengan menjual tenaga dan pikirannya. Bayangkan bagaiman manusia saling menjual
dan saling membeli tapi kenapa saat seorang menjual kelaminnya malah menjadi
hal yang tabu aku sempat berpikir untuk melakukan itu karena ternyata ada hukum
yang mengaturnya tapi pribadi lainku menolak bahwa memang dinegara ini semua
berdasarkan hukum walau itu tak selamanya bisa ditegakkan.
Aku hanya terdiam di meja kerjaku seakan hari ini aku
semalas mentari yang juga malas tersenyum. Pimpinanku menghampiriku dan
menayakan kemuraman diwajahku sebelum aku sempat mejawab dia sudah melumat
bibirku dan meremas payudaraku, aku hanya diam karena aku benar-benar malas
untuk melakukan apapun. Dia melepaskanku karena tahu aku tak meresponnya. Tanpa
banyak bicara dia mengajakku keluar. Dinda resto ini adalah tempat favoritnya
entah apa yang laki-laki pikirkan ketika melihat wanita yang ia cintai muram kenapa malah diajak makan apakah
memang semua wanita menginginkan hal itu kurasa tidak.
“hari ini kita tidak akan ketempat kerja aku ingin
mengajakmu menikmati udara segar” aku tak sepenuhnya memahami maksudnya tapi
biarlah aku memang sedang tak ingin bekerja. Selesai makan dia mengajakku ke
butik saudaranya tak banyak yang ingin kulakukan dia membelikanku baju untuk
kupergunakan nanti malam katanya. Aku lebih tidak tahu apa yang ia katakan.
Seharian ini aku tak begitu sadar dengan apa yang aku
kerjakan entah apa yang membuatku demikian yang aku tahu sekarang sudah jam 7
malam masih dihari yang sama aku berada di villa puncak yang udaranya begitu
dingin sehingga dinginnya membuat kau ingin meminum air yang mendidih.
Mengapa lelaki malah mengajak wanita kebukit saat
hatinya sedang tak bersuasana. Apa sebenarnya yang dipikirkan oleh laki-laki?
Pagi sekali aku sudah terbangun. Aku menemui tubuhku
terbungkus selimut tanpa sehelai pakaianpun yang menutupi. Tidur satu ranjang
berdua. Tak banyak yang ku ingat, yang aku ingat semalam ketika aku selesai
makan malam bersamanya tubuhku begitu dingin dan kepalaku terasa pusing dia
mencium bibirku sampai aku terasa panas yang ku ingat aku memberikan respon dan
dia menaikkan tubuhku diatas ranjang ini setelah melepas semua pakaianku. Aku lupa
apa yang telah aku lakukan. samar ku ingat aku merasakan perih dan
selangkanganku terasa linu. Samar ku ingat aku merasakan nikmat yang tak tertandingi.
Aku tak ingat bagaimana yang terjadi sebenarnya. Apa yang terjadi pada otak
manusia sesaat begitu agung dan sesaat menjadi hina. Dia tahu aku bangun dan
masih melamun dia tak berkata apa-apa tapi dia mulai merabaiku melakukan hal
yang sama dengan semalam yang ia lakukan yang hanya samar-samar saja kuingat
“aku menginginkan ini setiap saat bersamau” itu yang
ia katakan. Dia melakukannya denga lembut sampai aku tak sadar bahwa akulah
yang tak melepaskannya aku tak sadar bahwa ini telah berlangsung lama karena
ternyata tak terasa.
Untuk inikah aku hidup?
Lalu bagaimana dengan matiku?
Untuk apakah matiku?
Dan dirimu?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar