Translate

Selasa, 14 Mei 2013

esai naskah drama



DRAMA REALITA MISTIS ROBOHNYA SURAU KAMI
aku, kakek, dan Ajo Sidi
Oleh:Ninis Sofie

Naskah drama adalah sebuah kesatuan teks yang membuat kisah yang dituliskan dalam dialog-dialog tokoh. Ada beberapa karya sastra yang biasanya dihasilkan oleh seseorang yaitu cerpen,  novel, puisi, dan naskah drama. Naskah drama merupakan jenis sastra yang tersendiri dan istimewa. Keistimewaan naskah drama yaitu naskah drama lahir dan ada karena peristiwa perenungan akal dan perasaan yang dilakukan seorang pengarang. Perenungan ketika bagaimana kekreatifan pengarang dalam menghadirkan sebuah cerita dalam sebuah pementasan yang nantinya akan dinikmati sebagai sajian audio visual. Naskah drama yang dipentaskan adalah sebuah kehidupan yang dikemas dalam suatu pertunjukan.  
Menulis naskah drama masih jarang dilakukan oleh seseorang karena naskah drama bukan untuk dibaca saja, melainkan untuk dipertunjukkan sebagai tontonan. Bisa dilihat dari naskah drama Robohnya Surau Kami karya Hermana HMT yang merupakan adaptasi dari sebuah cerpen dengan judul yang sama karangan AA Navis.  Naskah drama sebagai salah satu genre sastra dibangun oleh struktur fisik (kebahasaan) dan struktur batin (semantik, makna). Wujud fisik sebuah teks drama adalah dialog atau ragam tutur dan struktur batin ialah semua hal yang ada dalam naskah itu baik itu secara tersurat maupun tersirat (termasuk juga pada setting, lakuan, klimaks, ataupun permasalahan).
Naskah drama Robohnya Surau Kami berikut merupakan adaptasi dari sebuah cerpen. Hermana tidak mengubah judul dari cerpen ke naskah drama, ia hanya sedikit menambahkan dan menekankan situasi yang berlangsung dalam cerpen. Dapat dilihat dari kutipan berikut.

SEJENAK MUSIK BERGEMURUH. PERLAHAN TERDENGAR GESEKAN BIOLA ATAU LANTUNAN SERULING DIBARENGI GEMERCIK AIR DAN DESIR ANGIN.
SAYUP-SAYUP TERDENGAR KUMANDANG ADZAN SUBUH. ORANG-ORANG MUNCUL DARI BERBAGAI ARAH, BERBARIS DI PANGGUNG SEPERTI MAU MELAKUKAN SHALAT.
...
TIBA-TIBA SEORANG PEREMPUAN MUNCUL DAN MENANGIS SEPERTI ANAK KECIL.

SEORANG PEREMPUAN
Kini kakek itu sudah tidak ada lagi. Ia sudah meninggal. Dan tinggalah surau itu tanpa penjaganya. Sekarang hanya akan menjumpai gambaran yang mengesankan suatu kesucian yang bakal roboh. Orang-orang itu semakin masa bodoh. Dan biang kebodohan itu ialah sebuah dongeng yang tidak dapat disangkal kebenarannya.

Hermana menambahkan alunan musik untuk mendukung dialog yang akan disampaikan oleh tokoh seorang perempuan. Hermana juga menambahkan bagaimana lakuan dari si tokoh seorang perempuan tersebut. Hal yang tidak berubah dari cerpen terhadap naskah drama ialah dialog dari seorang perempuan itu. Hal serupa dapat dilihat dari kutipan berikut.
Nukilan dialog pada naskah drama.
PEREMPUAN SATU
Tapi kakek itu sudah tidak ada lagi sekarang. Ia sudah meninggal. Dan tinggal surau itu tanpa penjaganya, hingga anak-anak menggunakannya sebagai tempat bermain, memainkan apa yang disukai mereka. Perempuan yang kehabisan kayu bakar seing mencopoti papan dinding lantai di malam hari.
PEREMPUAN DUA
Jika kalian datang sekarang,hanya akan menjumpai gambaran yang mengesankan suatu kesucian yang bakal roboh.
PEREMPUAN TIGA
Dan kecerobohan itu kian hari kian cepat berlangsungnya. Secepat anak-anak berlari di dalamnya, secepat perempuan mencopoti pekayuannya.

Nukilan narasi dalam cerpen.
Tapi kakek ini sudah tidak ada lagi sekarang. Ia sudah meninggal. Dan tinggallah surau itu tanpa penjaganya. Hingga anak-anak menggunakannya sebagai tempat bermain, memainkan segala apa yang disukai mereka. Perempuan yang kehabisan kayu bakar, sering suka mencopoti papan dinding atau lantai di malam hari.
Jika Tuan datang sekarang, hanya akan menjumpai gambaran yang mengesankan suatu kesucian yang bakal roboh.
Dan kerobohan itu kian hari kian cepat berlangsungnya. Secepat anak-anak berlari di dalamnya, secepat perempuan mencopoti pekayuannya.

Berdasarkan kutipan-kutipan tadi dapat dilihat bahwa secara keseluruhan untuk dialog tidak berubah. Hermana menambahkan tokoh-tokoh sebagai orang yang akan mengucapkan dialog tersebut. Ada tokoh tambahan yang hadir dalam naskah drama ini yaitu tokoh pimpinan pentas. Pimpinan pentas di sini berperan sebagai seorang yang berlagak sebagai sutradara tapi di sini ia sebenarnya adalah tokoh yang dihadirkan dalam panggung. Cukup unik menurut hemat saya bagaimana Hermana mengemas cerita yang begitu dramatis ke atas panggung.
Jika dilihat dari cerpen dan naskah dramanya tidak ada yang berubah mengenai pesan yang disampaikan. Robohnya Surau Kami baik dari cerpen maupun naskah drama bercerita tentang seorang Kakek penjaga surau yang harus mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh diri. Surau yang dulu dijaga dan dirawatnya kemudian menjadi tidak terurus dan tinggal menanti robohnya saja. Dalam cerpen ini Kakek diceritakan mengalami gejolak batin yang luar biasa yang menyebabkan dirinya stress, depresi, dan frustasi. Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan sebelumnya yang diungkapkan tokoh perempuan satu, dua, dan tiga.
Peristiwa yang digambarkan merupakan rangkaian sebab akibat yang jika salah satu dihilangkan tentu akan merusak cerita. Hal tersebutlah yang dijaga oleh Hermana sehingga ia tidak memberikan tambahan yang terlalu banyak terhadap ceritanya. Elemen-elemen peristiwa tersebut merupakan satu unitas yang tak bisa dipisahkan. Keberadaan tokoh Kakek sebagai tokoh utama tidak mungkin hadir tanpa cerita dan peristiwa. Begitu juga perwatakannya dan prilaku yang inkonvensional yang tidak dapat dilepaskan dari rangkaian peristiwa dan tema yang dicuatkan pengarang. Sikap dan sifat kakek yang religius, dan peristiwa yang mengejutkan merupakan simbolsme dari gambaran situasi sosial, kondisi moralitas, dan kondisi struktur sosial pada masa cerita tersebut dilahirkan. Lebih jauh,  hubungan antara si Aku, si Kakek, dan Ajo Sidi dan perbuatan yang dilakukan adalah sebuah proses dialektik terhadap realitas yang terjadi.
Sikap si Kakek yang sangat religius, menjaga imannya sampai akhir hayatnya, beribadah, mengabdikan dirinya hanya untuk Tuhannya, rela meninggalkan istrinya, menjaga tempat ibadah di kampungnya, dan rela tidak punya banyak harta menjadikan dia sebagai pusat perhatian. Kemudian pertentangan sifat yang dialami Ajo Sidi sebagai tokoh antagonis, melawan sifat si Kakek sebagai karakter protagonis, yang menghujat  si kakek sebagai manusia terkutuk karena terlalu rajin beribadah dan tak peduli kepada lingkungan sekitar, juga menjadi perhatian setelah pusat perhatian sebelumnya. Perbuatan Ajo Sidi yang menghujat Kakek tersebut, jika dilihat dari konteks sastra akan menimbulkan ketegangan.
Ketika si Kakek menceritakan semua hujatan Ajo Sidi kepada si Aku,  muncullah ketegangan, lalu Kakek merasa tidak mengerti kenapa Ajo Sidi suka membual kepada orang-orang bahkan orang serenta dan sereligius Kakek bisa menjadi korban bualannya. Ketika kakek mengasah pisau Ajo Sidi dan bercerita dengan si aku, menumpahkan segala kekesalannya, si aku menyaksikan gurata amarah yang amat mendalam. Namun si kakek menahannya dengan alasan tak ada gunanya, hanya meleburkan semua pahala ibadahnya jika ia melayani Ajo Sidi. Bahkan si aku berniat menghajar Ajo Sidi karena telah membual di depan kakek yang dikenal taat beribadah.  Bualan Ajo Sidi kepada kakek hanya berupa sindiran bahwa manusia yang banyak beribadah kepada tuhan akan dimasukkan kedalam neraka, tidak akan diterima ibadahnya karena tidak pernah peduli dengan lingkungan sekitrnya. Lalu si aku tiba-tiba mendengar kabar bahwa kakek telah meninggal dan surau yang telah dijaganya bertahun-tahun kini tak ada yang merawatnya dan hampir hancur karena termakan usia. Jelaslah bahwa tindakan dari tokoh-tokohnya berdasarkan plotnya tidak hanya menimbulkan ketegangan melainkan merupakan satu bangunan yang utuh baik simbolik maupun perjalan peristiwa itu sendiri.
Apakah peristiwa tersebut merupakan realitas, atau hanya pandangan dunia pengarang yang dikonkretkan? Atau barangkali realitas sosial yang terjadi sudah kacau balau seperti prilaku Ajo Sidi. Membolak balikan aturan, menghukumi manusia dengan salah kaprah.  Apakah prilaku masyarakat sudah tak menghiraukan lagi tentang keimanan, tak menjaga rumah tuhan, menghiraukan tatanan kehidupan, keegoisan, kedengkian. Pertanyaan-pertanyaan inilah yang terus muncul ketika membaca robohnya surau.
Dalam cerita ini terdapat juga cerita berbingkai, yaitu cerita dalam cerita. Cerita tersebut di ceritakan oleh Ajo Sidi kepada si Kakek yang berisi bualan yang menyakitkan.  Dalam cerita tersebut terdapat tokoh yaitu haji Salim sebagai tokoh utama cerita anakan,  terdapat konflik, setting, dan penokohan yang komplit, cerita ini menjadi unik karena berisi dialog dengan Tuhan. Sebagai cerita anakan yang menginduk pada cerita yang menginduk pada cerita pusat. Namun cerita tetap utuh. Cerita ini diberikan pengarang untuk menekankan lagi dan lebih menghidupkan tema cerita yaitu konflik batin tokoh utama dan religiutas sebagai setting dalam penyampaian tema cerita.
Pantaslah kiranya ketika Hermana tidak banyak melakukan perubahan terhadap dialog yang diadaptasi dari cerpen karena dari dialog-dialog itulah muncul cerita yang sebenarnya yang ketika dilakukan pemotongan bisa mengakibatkan berkurangnya pesan yang ingin disampaikan si penulis cerita kepada si pembaca. Cukuplah seperti itu Hermana mengkreasikan sebuah cerita pendek ke dalam naskah drama, akan muncul tambahan baru ketika nantinya naskah drama adaptasi yang ditulis oleh Hermana dipentaskan ke dalam sebuah pertunjukan. Hal itu akan menimbulkan proses kreatif sutradara dalam memindahkan teks menjadi tampilan audio visual yang akan ditonton oleh banyak orang dan tidak menutup kemungkinan akan muncul tambahan-tambahan baru.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar